Twitter Bhackty Boomers MySpace YouTube RSS Feed
expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
free web site traffic and promotion

Selasa, 07 Juni 2011

Kasus Yusril Ihza Mahendra dan Tomy Soeharto

Penanganan kasus hukum yang dilakukan kantor hukum Ihza &
Ihza milik Yusril Ihza Mahendra, yang saat ini menjabat Menteri-
Sekretaris Negara, dan Yusron Ihza Mahendra, adik Yusril yang saat
ini menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dinilai banyak
kalangan penuh konflik kepentingan. Sebab, kantor hukum itu dimiliki
seorang menteri. "Kalau kasus yang ditangani itu berhubungan
langsung dengan jabatannya, itu tidak pantas," ujar anggota Komisi
Hukum DPR, Agun Gunandjar Sudarsa, kemarin.
Kantor hukum Ihza & Ihza menjadi sorotan setelah berhasil mencairkan
duit Tommy Soeharto US$ 10 juta dari Banque Nationale de Paris (BNP)
Paribas, London, pada 2004. Kantor yang didirikan oleh Yusril Ihza
itu menggunakan rekomendasi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia dalam pencairan dana. Transfer duitnya pun memakai rekening
departemen ini. Saat terjadi penarikan tersebut, Yusril saat itu
masih menjabat Menteri Kehakiman.

Lukman Hakim Saifuddin Hakim, yang juga anggota Komisi Hukum DPR,
sepakat dengan Agun. Lukman mengakui memang tak ada aturan hukum
positif yang dilanggar Yusril. Tapi, kata dia, posisi Yusril sebagai
menteri jelas akan mengganggu profesionalitas pengacara. "Sebagai
menteri dia tidak pantas menangani kasus yang berkaitan dengan
jabatannya," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.

Sebelumnya, pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) telah
mempersoalkan izin advokasi dua pendiri firma hukum Ihza & Ihza,
kakak-adik Yusril Ihza Mahendra dan Yusron Ihza Mahendra. Keduanya
dinyatakan belum memiliki izin advokasi dari lembaga ini, dan karena
itu dinilai tidak membawahkan pengacara. "Belum ada surat keputusan
Peradi yang memberikan izin advokat kepada keduanya," ujar Wakil
Sekretaris Jenderal Peradi Hasanuddin Nasution.

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan
memang tidak ada larangan pejabat negara atau menteri memiliki
bisnis di luar jabatannya. "Tapi etikanya, sejak awal tidak ada
peran ganda," katanya.

Mengenai keterlibatan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra
dalam pencairan dana Tommy, Saldi mengaku tidak mengetahui seberapa
besar peran aktif Yusril di dalamnya. "Kalau dia masih aktif
(sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), itu tidak elok.
Apalagi masih berhubungan dengan departemen yang dipimpin Pak
Yusril," ujarnya.

Saldi menduga ada simbiosis antara Tommy dan kantor hukum Yusril.
Tommy, kata dia, memanfaatkan kantor hukum Ihza & Ihza karena Yusril
menjabat Menteri Hukum dan HAM saat itu. "Patut diduga ada upaya
saling memanfaatkan," katanya.

Namun, menurut Hidayat Achyar, salah satu pengacara di Ihza & Ihza,
firma hukumnya tidak melanggar hukum. "Kita tidak melakukan
pencairan dana. Hanya memberikan legal opinion," ucapnya. Legal
opinion itu langsung diserahkan ke Departemen Hukum dan HAM. "Hal
itu sah-sah saja," katanya. Proses legal opinion itu, menurut dia,
membutuhkan waktu 3-6 bulan. Selanjutnya, pencairan dana tersebut,
kata dia, dilakukan oleh Motorbike. RADEN R | RINI K
KPK Nilai Pencairan Uang Tommy Aneh

JAKARTA--MIOL: Pencairan uang US$10 juta milik Hutomo Mandala Putra
alias Tommy Soeharto lewat rekening Departemen Hukum dan HAM dinilai
aneh dan rawan penyimpangan."Menteri terkait (Menteri Kehakiman dan
HAM) harus menunjukkan bahwa ada dasar hukum uang pribadi boleh
dicairkan lewat rekening pemerintah," kata penasihat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua di Gedung KPK, Jl
Djuanda, Jakarta, Senin (12/3).

Kalau itu dibolehkan, kata dia, seharusnya ada standar operasional
prosedur (SOP) kasus semacam itu. Kendati demikian, menurut
Hehamahua,
saat ini belum ranah KPK untuk melakukan pengusutan. Kecuali,
tegasnya, ditemukan bukti adanya korupsi dalam proses tersebut.Lebih
lanjut ia menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang perlu ditelusuri
dalam kasus ini. Pertama, kata dia, status usaha yang dijalankan oleh
Tommy. "Apakah usaha itu terdaftar atau tidak. Bayar pajak atau
tidak.
Itu harus ditelusuri," katanya.Kedua, sumber uang tersebut. "Apakah
uang itu berasal dari Indonesia atau bukan. Atau sebaliknya dari luar
negeri ke Indonesia," katanya. Ketiga, prosedur pengiriman dan
pencairan uang itu lewat rekening pemerintah.Pengusutan kasus itu
dalam konteks pidana korupsi akan sulit.

Pasalnya, kata Hehamahua, UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang
Pemberantasan Tipikor belum mencantumkan tindak pidana pencucian uang
dalam ranah korupsi. Hal itu diatur dalam UU 15/2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.Transaksi uang sebesar US$10 juta itu atas nama
PT Motorbike, sebuah perusahaan di Kepulauan Bahama milik Tommy yang
ditransfer dari Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas London ke
rekening Departemen Hukum dan HAM pada 2004-2005.

Perantara pencairan dana itu adalah kantor advokat Ihza&Ihza milik
Yusril Ihza Mahendra, yang ketika itu menjabat menteri kehakiman dan
HAM.Pada 19 April 2004 Dirjen Administrasi Hukum Umum Depkum dan HAM
Zulkarnaen Yunus mengirim surat kepada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang intinya meminta informasi apakah uang
itu merupakan uang hasil pencucian.Pada 17 Mei 2004, PPATK menjawab
badan hukum dimaksud (BNP Paribas atas nama Motorbike) tak pernah
tercatat sebagai badan hukum oleh penyedia jasa keuangan di
Indonesia.

Sebelumnya Ketua PPATK Yunus Husein menjelaskan, sesuai UU 24/1999
tentang Sistem Nilai Tukar dan Lalu Lintas Devisa, transaksi keuangan
antara penduduk dan non-penduduk Indonesia di atas US$10 ribu harus
dilaporkan ke Bank Indonesia. "Ini namanya transaksi lintas devisa,"
katanya.Soal transaksi dengan pemerintah menurut Yunus, lembaga
pemerintah merupakan badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban
serta
bisa melakukan transaksi itu.

Soal status uang yang ditransfer ke rekening pemerintah itu, kata
Yunus, sangat tergantung dari pengaturan (arrangement) antara pemilik
uang dan pemilik rekening penerima.Di sisi lain Indonesia, kata
Yunus,
menganut sistem devisa bebas yang berarti orang boleh saja memiliki,
memindahkan, menyimpan uang sepanjang uang itu halal dan tidak
terkait
pidana pencucian uang.Tindak pidana pencucian uang itu salah satunya
mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke
penyedia jasa keuangan lain baik atas nama sendiri maupun pihak lain
(pasal 3 ayat 1 huruf B UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang).

Yunus menjelaskan, penegak hukum Indonesia sebetulnya bisa meminta
informasi tentang perusahaan itu kepada otoritas di Bahama.Di sisi
lain, Yunus mengatakan negara-negara seperti Bahama, Virgin Island,
Kepulauan Cook, yang biasa dipakai mendirikan badan hukum oleh
sejumlah pihak, memang memiliki aturan sendiri soal penanaman
investasi.Misalnya, kata dia, pajak usaha di sana bisa dibilang
sangat
rendah kalau tidak dibilang tidak ada. Selain itu, lanjutnya,
seseorang bisa saja mendirikan perusahaan di negara itu, sebagai
pemilik, tapi bukan atas nama pemilik itu yang tercatat. "Bisa yang
tercatat nama orang lain yang anda kuasakan," katanya.

Kejaksaan Agung (Kejagung) membeber segepok dokumen bahwa
uang Tommy Soeharto di BNP Paribas Guernsey berasal dari hasil
korupsi, khususnya dari aliran dana Yayasan Supersemar. Meski
demikian, putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu tak antusias
menyikapi alat bukti yang diajukan kejaksaan.

Bahkan, fakta pencairan dana di BNP Paribas London senilai USD 10
juta
(Rp 90 miliar) oleh Motorbike tak dijadikan amunisi untuk menguatkan
posisi Tommy. Dalam persidangan di Guernsey, Tommy melalui pengacara
Christoper Edwards dan Roberts Sheppard hanya meminta royal court
mencabut pembekuan sementara (temporary freezing order) terhadap aset
Eur 36 juta (Rp 424 miliar) di BNP Guernsey.

"Kubu Tommy tak mengajukan fakta pencairan oleh Motorbike. Mereka
juga
tidak memasukkan fakta sikap mendua pemerintah RI atas dana di BNP
Paribas," kata Direktur Perdata Kejagung Yoseph Suardi Sabda saat
dihubungi koran ini kemarin. Yoseph bersama Dubes RI di Inggris Marty
Natalegawa ikut menyaksikan persidangan di royal court Guernsey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar